Assalammualaikum wr wb ..
Pertama kalinya mengenal mata kuliah Akuntansi Syariah. Berikut tugas meresum kelompok saya tentang Akuntansi Syariah. Semoga bermanfaat :)
I.
JENIS
– JENIS AKAD
Akad
merupkan peristiwa hukum antara dua
pihak yang berisi ijab dan kabul, secara sah menurut syara dan menimbulkan
akibat hukum. Jika kita kaitkan dengan sebuah desain kontrak maka kita akan
mencoba mengkaitkan dengan Lembaga Keuangan dikarenakan akad merupakan dasar
sebuah instrumen dalam lembaga tersebut, terutama di Lembaga Keungan Syariah
Akad menjadi hal yang terpenting hal ini terkait dengan boleh atau tidaknya
sesuatu dilakukan di dalam islam.
PENGERTIAN AKAD DAN WA’AD
Akad
dan Wa’ad dalam konteks fiqih muamalah merupakan hal yang berbeda
meskipun keduanya hampir sama yang merupakan bentuk perjanjian. Akad merupakan suatu kesepakatan
bersama antara kedua belah pihak atau lebih baik secara lisan, isyarat, maupun
tulisan yang memiliki implikasi hukum yang mengikat untuk melaksanakannya.
Sedangkan Wa’ad adalah janji antara
satu pihak kepada pihak lainnya, pihak yang diberi janji tidak memikul
kewajiban apa-apa terhadap pihak lainnya. Dalam Wa’ad bentuk dan kondisinya
belum ditetapkan secara rinci dan spesifik. Bila pihak yang berjanji tidak
dapat memenuhi janjinya, maka sanksi yang diterimanya lebih merupakan sanksi
moral. Hal ini berbeda dengan akad yang mengikat kedua belah pihak yang saling
bersepakat yaitu pihak-pihak terikat untuk melaksanakan kewajiban mereka
masing-masing yang telah disepakati terlebih dahulu. Dalam akad, bentuk dan
kondisinya sudah ditetapkan secara rinci dan spesifik. Bila salah satu atau
kedua pihak yang terikat dalam kontrak itu tidak dapat memenuhi kewajibannya,
maka ia/mereka menerima sanksi seperti yang sudah disepakati dalam akad.
Pembagian Akad dari segi ada atau
tidaknya Kompensasi
I.
AKAD
TABARRU’
Akad tabarru’ merupakan segala macam perjanjian
yang menyangkut transaksi nirlaba yang tidak mencari keuntungan (not for
profit), Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong-menolong dalam rangka
berbuat kebaikan. Dalam akad tabarru’, pihak yang berbuat kebaikan tersebut
tidak berhak mensyaratkan dan mengharapkan imbalan apapun kepada pihak lainnya,
Pada hakekatnya, akad tabarru’ adalah akad melakukan kebaikan yang mengharapkan
balasan dari Allah SWT semata. Contoh
akad-akad tabarru’ adalah qard, rahn, hiwalah, wakalah, kafalah, wadi’ah,
hibah,waqf, shadaqah,hadiah, dll.
Pada dasarnya dalam akad tabarru’ ada dua hal yaitu memberikan sesuatu atau
meminjamkan sesuatu baik objek pinjamannya berupa uang atau jasa.
1.
Dalam
bentuk meminjamkan uang
Ada tiga jenis akad dalam bentuk meminjamkan uang yakni :
a. Qard, merupakan pinjaman yang
diberikan tanpa adanya syarat apapun dengan adanya batas jangka waktu untuk
mengembalikan pinjaman uang tersebut.
b. Rahn adalah menahan salah satu harta
milik sipeminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang
ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis, dengan demikian pihak yang menahan
memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya
c. Hiwalah, merupakan bentuk pemberian
pinjaman uang yang bertujuan mengambil alih piutang dari pihak lain atau dengan
kata lain adalah pemindahan hak atau kewajiban yang dilakukan seseorang (pihak
pertama) yang sudah tidak sanggup lagi untuk membayarnya kepada pihak kedua yang
memiliki kemampuan untuk mengambil alih atau untuk menuntut pembayaran utang
dari/atau membayar utang kepada pihak ketiga
2. Dalam
bentuk meminjamkan Jasa
Ada tiga jenis akad dalam meminjamkan jasa yakni :
a. Wakalah, merupakan akad pemberian
kuasa (muwakkil) kepada penerima kuasa (wakil) untuk melaksanakan suatu tugas
(taukil) atas nama pemberi kuasa. Dapat dilakukan dengan cara kita melakukan
sesuatu baik itu bentuknya jasa , keahlian, ketrampilan atau lainya yang kita
lakukan atas nama orang lain.
b. Wadi’ah, dapat dilakukan dengan cara
kita memberikan sebuah jasa untuk sebuah penitipan atau pemeliharaan yang kita
lakukan sebagai ganti orang lain yang mempunyai tanggungan. Wadi’ah adalah akad
penitipan barang atau jasa antara pihak yang mempunyai barang atau uang dengan
pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan menjaga keselamatan, keamanan,
serta keutuhan barang atau uang tersebut.
Pembagian wadi’ah sebagai berikut :
a. Wadi’ah Yad Al-Amanah
Akad
Wadiah dimana barang yang dititipkan tidak dapat dimanfaatkan oleh penerima
titipan dan penerima titipan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau
kehilangan barang titipan selama si penerima titipan tidak lalai.
b. Wadi’ah Yad Ad-Dhamanah
Akad
Wadiah dimana barang atau uang yang dititipkan dapat dipergunakan oleh penerima
titipan dengan atau tanpa ijin pemilik barang. dari hasil penggunaan barang
atau uang ini si pemilik dapat diberikan kelebihan keuntungan dalam bentuk
bonus dimana pemberiannya tidak mengikat dan tidak diperjanjikan.
c. Kafalah
Kafalah
merupakan akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak
kepada
pihak lain dimana pemberi jaminan bertanggung jawab atas pembayaran kembali
suatu hutang yang menjadi hak penerima jaminan.
3.
Memberikan
Sesuatu Yang termasuk ke dalam bentuk akad memberikan sesuatu adalah akad-akad
:
Hibah, wakaf, shadaqah, hadiah, dll.
Dalam semua akad-akad tersebut, si pelaku memberikan sesuatu kepada orang lain.
Bila penggunaannya untuk kepentingan umum dan agama, maka akadnya dinamakan
wakaf. Objek wakaf ini tidak boleh diperjual belikan begitu sebagai aset wakaf.
Sedangkan hibah dan hadiah adalah pemberian sesuatu secara sukarela kepada
orang lain.
Ketika akad tabarru’ telah
disepakati maka tidak boleh dirubah menjadi akad tijarah yang tujuannya
mendapatkan keuntungan, kecuali atas persetujuan antar kedua belah pihak yang
berakad. Akan tetapi lain halnya dengan akad tijarah yang sudah disepakati,
akad ini boleh diubah kedalam akad tabarru bila pihak yang tertahan haknya
merelakan haknya, sehingga menggugurkan kewajiban yang belum melaksanakan
kewajibannya. Adapun fungsi dari akad tabarru’ ini selain orientasi akad ini
bertujuan mencari keuntungan akhirat,bukan untuk keperluan komersil. Akan
tetapi dalam perkembangannya akad ini sering berkaitan dengan kegiatan
transaksi komersil, karena akad tabarru’ ini bisa berfungsi sebagai perantara
yang menjembatani dan memperlancar akad tijarah.
II.
AKAD
TIJARAH
Akad Tijarah adalah akad yang berorientasi pada
keuntungan komersial (for propfit oriented). Dalam akad ini masing-masing pihak
yang melakukan akad berhak untuk mencari keuntungan. Contoh akad tijarah adalah
akad-akad investasi, jual-beli, sewa-menyewa dan lain – lain. Pembagian akad
tijarah dapat dilihat dalam skema akad dibawah ini. Pembagian berdasarkan
tingkat kepastian dari hasil yang diperoleh akad tijarah dibagi menjadi dua
yaitu Natural Uncertainty Contract (NUC) dan Natural Certainty Contrats (NCC).
A. Natural Certainty Contracts
Natural Certainty Contracts adalah kontrak/akad dalam bisnis
yang memberikan kepastian
pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktunya. Cash flow-nya
bisa diprediksi dengan
relatif pasti, karena sudah disepakati oleh kedua belah
pihak yangbertransaksi di awal akad.
Kontrak-kontrak ini secara menawarkan return yang tetap dan
pasti. Objek pertukarannya
(baik barang maupun jasa) pun harus ditetapkan di awal akad
dengan pasti, baik jumlahnya
(quantity), mutunya (quality), harganya (price), dan waktu
penyerahannya (time of delivery).
Yang termasuk dalam kategori ini adalah kontrak-kontrak
jual-beli, upah-mengupah, sewa
menyewa.
Macam – Macam Natural Certainty
Contracts (NCC) sebagai berikut :
1. Akad Jual Beli
a. Bai’ naqdan adalah jual beli biasa
yang dilakukan secara tunai. Dalam jual beli ini bahwa baik uang maupun barang
diserahkan di muka pada saat yang bersamaan, yakni di awal transaksi (tunai).
b. Bai’ muajjal adalah jual beli dengan
cara cicilan. Pada jenis ini barang diserahkan di awal periode, sedangkan uang
dapat diserahkan pada periode selanjutnya. Pembayaran ini dapat dilakukan
secara cicilan selama periode hutang, atau dapat juga dilakukan secara
sekaligus di akhir periode.
c. Murabahah adalah jual beli dimana besarnya
keuntungan secara terbuka dapat diketahui oleh penjual dan pembeli.
d. Salam adalah akad jual beli barang
dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat
tertentu.
e. Istisna adalah akad jual beli dalam
bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan
tertentu yang disepakati antara pemesan (Pembeli, Mustashni’) dan penjual
(Pembuat, shani’).
2. Akad Sewa-Menyewa
a. Ijarah adalah akad pemindahan hak
guna atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran
sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
b. Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT)
adalah Ijarah yang membuka kemungkinan perpindahan kepemilikan atas objek ijarahnya
pada akhir periode.
c. Ju’alah adalah akad ijarah yang
pembayarannya didasarkan kepada kinerja objek yang disewa /diupah.
B.
Natural Uncertainty Contracts (NUC)
Natural
Uncertainty Contracts adalah kontrak/akad dalam bisnis yang tidak memberikan
kepastian
pendapatan, baik dari segi jumlah maupun waktunya. Dalam NUC, pihak-pihak
yang
bertransaksi saling mencampurkan asetnya (baik real assets maupun financial
assets)
menjadi
satu kesatuan, dan kemudian menanggung resiko bersama-sama untuk mendapatkan
keuntungan.
Di sini, keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Yang termasuk dalam
kontrak
ini adalah kontrak-kontrak investasi. Kontrak investasi ini tidak menawarkan
keuntungan
yang tetap dan pasti.
Macam – Macam Natural Uncertainty
Contracts (NUC) adalah sebagai berikut:
1.
Musyarakah
Menurut
Syafi’i Antonio Akad Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau
lebih
untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana
(atau
amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung
bersama
sesuai kesepakatan.
Macam –
macam musyarakah :
a. Mufawadhah
Akad
kerjasama dimana masing-masing pihak memberikan porsi dana yang sama.
Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung bersama.
b. Inan
Akad
kerjasama dimana pihak yang bekerjasama memberikan porsi dana yang tidak sama
jumlahnya. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung
sebesar porsi modal.
c. Wujuh
Akad
kerjasama dimana satu pihak memberikan porsi dana dan pihak lainnya memberikan
porsi berupa reputasi. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian
ditanggung sesuai dengan porsi modal, pihak yang memberikan dana akan mengalami
kerugian kehilangan dana dan pihak yang memberikan reputasi akan mengalami
kerugian secara reputasi.
d. Abdan
Akad
kerjasama dimana pihak-pihak yang bekerjama bersama-sama menggabungkan keahlian
yang dimilikinya. Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan dan kerugian
ditanggung bersama. dengan akad ini maka pihak yang bekerjasama akan mengalami
kerugian waktu jika mengalami kerugian.
e. Mudharabah
Mudharabah
merupakan akad kerjasama dimana satu pihak menginvestasikan dana sebesar 100
persen dan pihak lainnya memberikan porsi keahlian. Keuntungan dibagi sesuai
kesepakatan dan kerugian sesuai dengan porsi investasi. Macam – Macam Mudharabah : a) Mudharabah Mutlaqah, Mudharabah
Mutlaqah merupakan akan mudharabah dimana dana yang diinvestasikan bebas untuk
digunakan dalam usaha oleh pihak lainnya. b) Mudharabah Muqayadah, Berbeda dengan Mudharabah Muqayadah, dana
yang diinvestasikan digunakan dalam usaha yang sudah ditentukan oleh pemberi
dana.
2.
Muzara’ah
Akad Syirkah dibidang pertanian yang digunakan untuk
pertanian tanaman setahun
3.
Musaqah
Akad
Syirkah di bidang pertanian dimana digunakan untuk pertanian tanaman tahunan.
4.
Mukharabah
Akad
Muzara’ah dimana bibitnya berasal dari pemilik tanah
II. Konsep Keuntungan dalam Syariah
Konsep
Untung Dalam Islam
Keuntungan adalah salah satu unsur
penting dalam perdagangan, perdagangan dilakukan untuk mencari keuntungan
sebagai upaya mencari nafkah memenuhi kebutuhan hidup. Untung adalah sinonim
dengan perkataan laba, atau profit dalam bahasa Inggris. Untung dalam bahasa
arab disebut dengan al-ribh yang diartikan dengan pertambahan atau
pertumbuhan dalam perdagangan. Ada juga istilah lain yang terkait dengan untung
seperti al-nama’, al-ghallah, al-faidah. Kata ribh sendiri hanya
terdapat satu kali dalam Al-Quran yakni saat Allah mengecam tindakan
orang-orang munafik. Mereka Itulah orang yang membeli kesesatan dengan
petunjuk, Maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka
mendapat petunjuk (QS.2: 16).
Kata ribh dapat diartikan sebagai
pertambahan atau kelebihan yang dihasilkan dari unsur modal dan usaha
perdagangan. Dalam hal ini, terjadi perbedaan pandangan para ulama tentang
cakupan dan batasan untung, Al-Thabari berpendapat bahwa unsur untung yang
diperoleh dari perdagangan adalah sebagai ganti barang yang dimiliki oleh si
penjual ditambah dengan kelebihan dari harga barang saat dibeli sebelumnya.
Dengan demikian, jika terjadi pertukaran barang tanpa ada pergantian atau
kelebihan dari harga barang yang dibeli sebelumnya, berarti pedagang tersebut
merugi.
Agak berbeda cakupan untung menurut
Al-Naisabury, baginya untung adalah pertambahan dari modal pokok setelah ada
unsur usaha perdagangan. Sebab, Al-Naisabury mendefinisikan perdagangan sebagai
perputaran harta dalam lingkaran perdagangan yang bertujuan memperoleh
pertambahan (nilai) dari barang tersebut. Mirip dengan pendapat Al-Naisabury,
Zamakhsari mendefinisikan untung sebagai kelebihan dari modal pokok setelah ada
unsur usaha perdagangan. Karenanya, perdagangan adalah aktivitas pedagang yang
membeli suatu barang dan menjualnya untuk mendapatkan keuntungan.
Sepintas, definisi untung menurut
para ulama tidaklah jauh berbeda. Namun, jika dianalisis lebih mendalam tampak
bahwa masing-masing definisi keuntungan yang diungkap ulama memiliki kelebihan
dan kekurangan. Syamsiah Muhammad seorang pakar asal Damaskus lebih memilih
pendapat Al-Thabary, walaupun sederhana, definsi untung dalam pandangan
Al-Thabari terlihat lebih “pasti dan kukuh” dari pendapat lainnya, bahwa untung
adalah pertambahan dari modal dari aktivitas perdagangan yang dilakukan. Lebih
jelas, Thabari mendefiniskan maksud pertambahan itu sendiri yakni kelebihan
dari harga asal dari barang yang diperdagangkan.
Berbeda dengn penulis, walau
“terkesan tidak pasti”, definisi keuntungan dalam pandangan Al-Naysabury dan
Zamakhsary menurut hemat penulis lebih dapat mengakomodir definisi untung yang
beretika. Definisi di atas memperlihatkan, bahwa Al-Naysabury Al-Zamakhsary
lebih mengedepankan unsur usaha atau campur tangan si pedagang dalam perniagaannya.
Penulis mengartikan unsur usaha yang dimaksud Al-Nasysabury dan Zamakhsary
adalah sejauhmana tingkat kesulitan dalam aktivitas perdagangan yang dilakukan
oleh di pedagang yang diganti dengan “harga keuntungan” yang ditawarkannya
kepada si pembeli. Dengan bahasa yang sederhana keuntungan adalah harga upah
dari jerih payah si pedagang dalam perniagaan.
Penulis sebut “harga beretika”, keuntungan yang pantas diambil oleh si pedagang
adalah seberapa besar usaha, jerih payah atau tingkat kesulitan yang dialami
oleh si pedagang yang pantas diganti oleh si pembeli. Sampai disini, unsur
usaha si pedagang menjadi patokannya. Unsur usaha yang dimaksud dapat diartikan
dari penemuan usaha (ide), bagaimana usaha mendapatkan barang, tingkat
kesulitan transportasi, tingkat keskulitan distribusi hingga ke tingkat tinggi
rendahnya resiko. Pendapat ini sejalan dengan tafsir Al-Qurtubi tentang kalimat
tijarah dalam surah Al-Nisa’ ayat 29. Qurthubi menyebutkan kata “tijarah”
dapat diartikan dalam dua bentuk kegiatan yakni kegiatan pertukaran atau jual
beli di sebuah tempat tanpa bermusafir dan kegiatan perdagangan yang dilakukan
dengan melakukan perpindahan barang dari satu tempat ke tempat lain. Tentu,
kegiatan perniagaan yang mengharuskan perpindahan satu tempat ke tempat lain
memerlukan energi lebih seperti transportasi serta resiko yang berbeda dengan
perdagangan yang tidak memerlukan perpindahan tempat. Dengan demikian, batasan
keuntungan bergantung kepada tingkat usaha yang dilakukan oleh si pedagang
terhadap usaha dagangnya. Sebuah produk atau barang yang didapatkan secara
mudah baik dalam menemukan barang atau membawa barang tersebut tentu berbeda
harga dengan barang yang sulit didapatkan serta tidak mudah untuk dihadirkan.
Karenanya, harga sebuah barang tidak dapat ditentukan sesukanya apalagi
memanfaatkan ketidaktahuan atau kedunguan si pembeli terhadap sebuah barang.
Keuntungan
Bank
Secara umum bahwa usaha perbankan
baik konvensional maupun syariah mirip untuk tidak menyatakan sama. Sebab dalam
sistem perbankan keuntungan yang diperoleh adalah selisih keuntungan yang
diperoleh dari penanam modal (pendeposit) dengan pihak pengguna modal
(peminjam). Usaha intermediasi antara pihak yang kelebihan uang (surplus of
fund) dengan pihak yang kekurangan/membutuhkan uang (lack of fund)
adalah sumber keuntungan bank, dan inilah “ruh” nya bank.
Namun secara konsep sungguh terdapat
perbedaan yang mendasar diantara keduanya (bank konvensional dan bank syariah).
Dalam Islam, riba merupakan keuntungan yang diperoleh dari pinjaman uang yang
diharamkan karena keuntungan keuntungan seperti ini minim resiko. Dengan kata
lain tingkat usaha termasuk resiko bagi bank konvensional tidak berat untuk
menyatakan tidak ada. Bank tidak harus memikirkan keberhasilan atau kegagalan
nasabah dalam berusaha yang menggunakan uang bank, sebab keuntungan yang
diperoleh bank sudah pasti didapat melalui besar bunga yang ditetapkan. Pun,
jika usaha yang dikelola gagal, bank masih mempunyai jaminan yang diberikan
oleh nasabah yang biasanya nilainya lebih besar dari uang pinjaman.
Bank menurut Islam pantas
mendapatkan “keuntungan” disebabkan bank adalah bagian dari usaha yang sedang
dilakukan oleh nasabah yang “memakai” uang bank. Bank mendapatkan keuntungan
jika usaha yang dikelola oleh pihak nasabah berhasil (sistem mudharabah) atau
pihak bank dan nasabah secara bersama melakukan usaha tertentu (sistem
musyarakah). Demikian juga sebaliknya, bank tidak memperoleh keuntungan dari
uang yang diberikan kepada nasabah, bahkan bank boleh jadi menanggung kerugian
jika usaha yang dijalankan nasabah merugi. Sampai disini, keuntungan bank
(walaupun agak sedikit rancu dengan konsep kerjasama) harus based on resiko
yang berat. Karenanya, keuntungan atau margin yang diperoleh bank seyogyanya
memperhatikan tingkat usaha termasuk didalamnya resiko.
III.
Transaksi yang Dilarang
Dalam
ekonomi islam, transaksi ekonomi yang dilakukan manusia memiliki aturan yang
jelas. Oleh karena itu, apabila kita bertransaksi dalam ekonomi perlu
berhati-hati agar tidak masuk pada transaksi yang dilarang. Berikut ini
unsur-unsur transaksi yang dilarang dalam islam:
MAYSIR
Semua bentuk perpidahan harta ataupun barang dari satu pihak kepada pihak lain
tanpa melalui jalur akad yang telah digariskan Syariah, namun perpindahan itu
terjadi melalui permainan, seperti taruhan uang pada permainan kartu,
pertandingan sepak bola, pacuan kuda, pacuan greyhound dan seumpamanya. Mengapa
dilarang? Karena (1) permainan bukan cara untuk mendapatkan harta/keuntungan
(2) menghilangkan keredhaan dan menimbulkan kebencian/dendam (3) tidak sesuai
dengan fitrah insani yang berakal dan disuruh bekerja untuk dunia dan akhirat.
GHARAR/TAGHRIR
Sesuatu yang tidak jelas dan tidak dapat dijamin atau dipastikan kewujudannya
secara matematis dan rasional baik itu menyangkut barang (goods), harga (price)
ataupun waktu pembayaran uang/penyerahan barang (time of delivery). Taghrir
dalam bahasa Arab gharar, yang berarti : akibat, bencana, bahaya, resiko, dan
ketidakpastian. Dalam istilah fiqh muamalah, taghrir berarti melakukan sesuatu
secara membabi buta tanpa pengetahuan yang mencukupi; atau mengambil resiko
sendiri dari suatu perbuatan yang mengandung resiko tanpa mengetahui dengan
persis akibatnya, atau memasuki kancah resiko tanpa memikirkan konsekuensinya.
Menurut Ibnu Taimiyah, gharar terjadi bila seseorang tidak tahu apa yang
tersimpan bagi dirinya pada akhir suatu kegiatan jual beli. Taghrir dan tadlis
terjadi karena adanya incomplete information yang terjadi pada salah satu pihak
baik pembeli atau penjual. Karena itu, kasus taghrir terjadi bila ada unsure
ketidakpastian yang melibatkan kedua belah pihak (uncertain to both parties).
RIBA
Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara
linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan menurut istilah
teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara
bathil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum
terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan,
baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau
bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam, yaitu:
1.
Al-Qur’an “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan” (QS. Ali Imran:130). “Hai orang-orang yang beriman,bertakwalah
kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu
orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa
riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika
kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
menganiaya dan tidak pula dianiaya”. (QS. Al Baqarah: 278-279) 2. Hadits • Dari
Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah bersabda: “Riba adalah tujuh puluh
dosa; dosanya yang paling ringan adalah (sama dengan) dosa orang yang berzina
dengan ibunya.” (HR. Ibn Majah). • Jabir berkata bahwa Rasulullah SAW mengutuk
orang yang menerima riba, orang yang membayarnya dan orang yang mencatatnya,
dan dua orang saksinya, kemudian Beliau bersabda, “Mereka itu semuanya sama”.
(HR.Muslim). JENIS –
JENIS
RIBA Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua. Riba hutang-piutang dan
riba jual-beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba
jahiliyyah. Sedangkan kelompok kedua, riba jual-beli, terbagi menjadi riba
fadhl dan riba nasi’ah. Mengenai pembagian dan jenis-jenis riba, berkata Ibnu
Hajar al Haitsami: “Bahwa riba itu terdiri dari tiga jenis, yaitu riba fadl,
riba al yaad, dan riba an nasiah. Al mutawally menambahkan jenis keempat yaitu
riba al qard. Beliau juga menyatakan bahwa semua jenis ini diharamkan secara
ijma’ berdasarkan nash al Qur’an dan hadits Nabi. l. Riba Qardh Suatu manfaat
atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang
(muqtaridh). 2. Riba Jahiliyyah Hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si
peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan. 3.Riba
Fadhl Pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda,
sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.
4.Riba Nasi’ah Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang
dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul
karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat
ini dengan yang diserahkan kemudian.
JENIS
BARANG RIBAWI Para ahli fiqih Islam telah membahas masalah riba dan jenis
barang ribawi dengan panjang lebar dalam kitab-kitab mereka. Dalam kesempatan
ini akan disampaikan kesimpulan umum dari pendapat mereka yang intinya bahwa
barang ribawi meliputi Emas dan perak, baik itu dalam bentuk uang maupun dalam
bentuk lainnya. Bahan makanan pokok seperti beras, gandum, dan jagung serta
bahan makanan tambahan seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.
BATHIL
Akad jual beli ataupun kemitraan untuk mendapatkan keuntungan ataupun
penghasilan, namun barang yang diperdagangkan ataupun projek yang dikerjakan
adalah jenis barang atau kegiatan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip
Syariah seperti kemitraan untuk memproduksi narkotika yang dipasarkan untuk
umum ataupun mendirikan usaha casino atau cabaret tempat dansa-dansa.
BAI’
AL MUDTARR Adalah jual beli dan pertukaran dimana salah satu pihak dalam
keadaan sangat memerlukan (in the state of emergency) sehingga sangat mungkin
terjadi eksploitasi oleh pihak yang kuat sehingga terjadi transaksi yang hanya
menguntungkan sebelah pihak dan merugikan pihak lainnya.
IKRAH
Segala bentuk tekanan dan pemaksaan dari salah satu pihak untuk melakukan suatu
akad tertentu sehingga menghapus komponen mutual free consent. Jenis pemaksaan
dapat berupa acaman fisik atau memanfaatkan keadaan seseorang yang sedang butuh
atau the state of emergency. Imam Ibnu Taimiyah ra mengatakan bahwa dalam
keadaan darurat (state of emergency) seseorang yang memilik stock barang yang
dibutuhkan orang banyak harus diperintahkan untuk menjualnya dengan harga
pasar, jika dia enggan melakukannya pihak berkuasa dapat memaksanya untuk
melakukan hal tersebut demi menyelamatkan nyawa orang banyak. (Majmu al Fatawa,
vol. 29 hal.300).
GHABN
Adalah dimana si penjual memberikan tawaran harga diatas rata-rata harga pasar
(market price) tanpa disadari olehpihak pembeli. Ghabn ada dua jenis yakni:
Ghabn Qalil (Negligible) dan Ghabn Fahish (Excessive). Ghabn Qalil: adalah
jenis perbedaan harga barang yang tidak terlalu jauh antara harga pasar dan
harga penawaran dan masih dalam kategori yang dapat dimaklumi oleh pihak
pembeli. Ghabn Fahish adalah perbedaan harga penawaran dan harga pasar yang
cukup jauh bedanya.
BAI'
NAJASH Dimana sekelompok orang bersepakat dan bertindak secara berpura-pura
menawar barang dipasar dengan tujuan untuk menjebak orang lain agar ikut dalam
proses tawar menawar tersebut sehingga orang ketiga ini akhirnya membeli barang
dengan harga yang jauh lebih mahal dari harga sebenarnya. Larangan Rasul saw:
“..Janganlah kamu meminang seorang gadis yang telah dipinang saudaramu, dan
jangan menawar barang yang sedang dalam penawaran saudaramu; dan janganlah kamu
bertindak berpura-pura menawar untuk menaikkan harga..”
IHTIKAR
Adalah menumpuk-numpuk barang ataupun jasa yang diperlukan masyarakat dan
kemudian si pelaku mengeluarkannya sedikit-sedikit dengan harga jual yang lebih
mahal dari harga biasanya dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan lebih
cepat dan banyak. Para ulama tidak membatasi jenis barang dan jasa yang
ditumpuk tersebut asalkan itu termasuk dalam kebutuhan essential, maka Ihtikar
adalah dilarang. Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang menimbun (barang
& jasa kebutuhan pokok) maka telah melakukan suatu kesalahan.”
GHISH
Menyembunyikan fakta-fakta yang seharusnya diketahui oleh pihak yang terkait
dalam akad sehingga mereka dapat melakukan kehati-hatian (prudent) dalam
melindungi kepentingannya sebelum terjadi transaksi yang mengikat. Dalam Common
Law akad seperti ini dikenal dengan sebutan Akad Uberrime Fidae Contract dimana
semua jenis informasi yang seharusnya diketahui oleh pelanggan sama sekali
tidak boleh disembunyikan. Jika ada salah satu informasi berkenaan dengan
subject matter akad tidak disampaikan, maka pihak pembeli dapat memilih opsi
membatalkan transaksi tersebut.
TADLIS
Adalah tindakan seorang peniaga yang sengaja mencampur barang yang berkualitas
baik dengan barang yang sama berkualitas buruk demi untuk memberatkan timbangan
dan mendapat keuntungan lebih banyak Tindakan “oplos” yang hari ini banyak
dilakukan termasuk kedalam kategori tindakan tadlis ini. Rasullah saw sering
melakukan ‘inspeksi mendadak’ ke pasar-pasar untuk memastikan kejujuran para
pelaku pasar dan menghindari konsumen dari kerugian.
IV. Kerangka
Pelaporan Syariah dan Pelaporan Keuangan Syariah
Menurut
sifatnya, ilmu akuntansi adalah termasuk ilmu hilir yaitu ilmu bersifat terapan
yang mempunyai kaitan erat dengan ilmu atau peristiwa yang terjadi sebelumnya.
Ilmu ekonomi yang merupakan ilmu tentang bagaimana manusia memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan menggunakan sumber daya yang telah tersedia di alam semesta ini
yang akan melibatkan sector produksi, distribusi, investasi dan konsumsi sangat
mempengaruhi ilmu akuntansi di sector-sektor tersebut.
1. Tujuan
dan peranan kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah.
IAI
( 2007 ) menjelaskan bahwa kerangka dasar ini menyajikan konsep yang mendasari
penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi para penggunanya. Tujuan
kerangka dasar ini adalah untuk digunakan sebagai acuan bagi :
·
Penyusun standar akuntansi keuangan
syariah, dalam pelaksanaan tugasnya
·
Penyusunan laporan keuangan, untuk
menanggulangi masalah akuntansi yang belum
diatur dalam standar akuntansi keuangan syariah
·
Auditor, dalam memberikan pendapat
mengenai apakah laporan keuangan disusun sesuai dengan prinsip akuntansi
syariah yang berlaku umum
·
Para pemakai laporan keuangan, dalam
menafsirkan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang disusun dengan
standar akuntansi keuangan syariah.
2. Ruang
lingkup
Seperti
dijelaskan ( IAI,2007 ), kerangka dasar ini menbahas :
a. Tujuan
laporan keuangan
b. Karakteristik
kualitatif yang menentukan manfaat informasi dalam laporan keuangan
c. Definisi
pengakuan dan pengukuran unsur-unsur yang membentuk laporan keuangan
1. Pemakai
dan kebutuhan informasi
Berikut
para pengguna laporan keuangan untuk memenuhi beberapa kebutuhan ini, meliputi
:
a. Investor
b. Pemberi
dana qardh
c. Pemilik
dana syirkah temporer
d. Pemilik
dana titipan
e. Pembayar
dan penerima zakat, infak, sedekah dan wakaf
f. Pengawas
syariah
g. Karyawan
h. Pemasok
dan mitra usaha lainnya
i.
Pelanggan
j.
Pemerintah
k. Masyarakat
2. Paradigma
transaksi syariah
Yang membedakannya dengan kerangka dasar yang lain
adalah bahwa kerangka dasar syariah ini sangat explisit mendudukkan paradigma
syariah sebagai fondasi utama dalam mengembangkan kerangka dasar penyusunan dan
penyajian laporan keuangan syariah. Dalam kerangka dasar lain yang disusun oleh
IAI tidak secara explicit mencantumkan
paradigmanya juga conceptual framework yang disusun oleh FASB tidak kita
temukan adanya paradigma secara explicit disana. Jadi, dengan paradigma ini
maka kebenaran hakiki yang datangnya dari Yang Maha Benar, Allah telah
ditempatkan pada posisi yang tepat dalam mengembangkan kerangka dasar maupun PSAK syariah yang
terkait.
3. Asas
transaksi syariah
Asas transaksi syariah yang telah ditetapkan ( IAI,
2007 ) adalah seperti berikut ini :
Transaksi
syariah berdasarkan pada prinsip
a. Persaudaraan
( ukhuwah )
b. Keadilan
c. Kemashalatan
d. Keseimbangan
e. Universalisme
4. Karakteristik
transaksi syariah
Berikut ini ( IAI, 2007 ) diatur tentang
karakteristik dan persyaratan transaksi syariah. Implementasi transaksi yang
sesuai dengan paradigma dan asas transaksi syariah harus memenuhi karakteristik
dan persyaratan sebagai berikut :
a. Transaksi
hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha
b. Prinsip
kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik
c. Uang
hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai bukan sebagai
komoditas
d. Tidak
mengandung unsur riba
e. Tidak
mengandung unsur kezaliman
f. Tidak
mengandung unsur masyir
g. Tidak
mengandung unsur gharar
h. Tidak
mengandung unsur haram
i.
Tidak mengandung prinsip nilai waktu
dari uang karena keuntungan yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan
risiko yang melekat pada kegiatan usaha tersebut sesuai dengan prinsip
al-ghunmu bil ghurmi
j.
Transaksi dilakukan berdasarkan suatu
perjanjian yang jelas dan benar serta untuk keuntungan semua pihak tanpa
merugikan pihak lain
k. Tidak
ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan maupun melalui rekayasa
penawaran
l.
Tidak mengandung unsur kolusi dengan
suap menyuap
Laporan keuangan
syariah
Tujuan
laporan keuangan
Laporan
keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja
keuangan dari suatu entitas syariah. Tujuan laporan keuangan untuk tujuan umum
adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas
entitas syariah yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan
dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan
pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang
dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, suatu
laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas syariah yang meliputi :
a. Aset
b. Kewajiban
c. Dana
syirkah temporer
d. Ekuitas
e. Pendapatan
dan beban termasuk keuntungan dan kerugian
f. Arus
kas
g. Dana
zakat
h. Dana
kebajikan
Komponen
laporan keuangan
Laporan
keuangan entitas syariah yang lengkap terdiri dari komponen-komponen berikut
ini :
a. Neraca
b. Laporan
laba rugi
c. Laporan
arus kas
d. Laporan
perubahan ekuitas
e. Laporan
sumber dan penggunaan dana zakat
f. Laporan
sumber dan penggunaan dana kebajikan
g. Catatan
atas laporan keuangan
Pertimbangan
menyeluruh
Pertimbangan
menyeluruh yang harus dilaksanakan oleh entitas syariah dalam penyusunan dan
penyajian laporan keuangan syariah meliputi : penyajian secara wajar,kebijakan
akuntansi, kelangsungan usaha, dasar akrual, materialitas dan agregasi, saling
hapus dan informasi komparatif. Berikut ini PSAK no 101 ( 2007 ) mengatur
hal-hal tersebut.
1. Penyajian
secara wajar
Laporan keuangan harus menyajikan secara wajar
posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas syariah dengan
menerapkan pernyataan standar akuntansi keuangan secara benar disertai
pengungkapan yang diharuskan pernyataan standar akuntansi dalam catatan atas
laporan keuangan. Informasi lain tetap diungkapkan untuk menghasilkan penyajian
yang wajar walaupun pengungkapan tersebut tidak diharuskan oleh pernyataan
standar akuntansi keuangan.
2. Kebijakan
akuntansi
Dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan
syariah , diperlukan kebijakan akuntansi tertentu yang terkait dengan transaksi
dan pos-pos di laporan keuangan agar menghasilkan informasi yang dapat
diandalkan dan relevan untuk pengambilan keputusan ekonomi para pemakai laporan
keuangan tersebut.
Kebijakan
akuntansi adalah prinsip khusus, dasar, konvensi, perarturan dan praktik yang
diterapkan entitas syariah dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan.
3. Kelangsungan
usaha
Dalam menyusun laporan keuangan, manajemen harus
menilai kemampuan kelansungan usaha entitas syariah . laporan keuangan harus
disusun berdasarkan asumsi kelangsungan usaha, kecuali manajemen bermaksud
untuk melikuidasi atau menjual atau tidak mempunyai alternatif selain melakukan
hal tersebut.
4. Dasar
akrual
Entitas syariah harus menyusun laporan keuangan atas
dasar akrual, kecuali laporan arus kas dan penghitungan pendapatan untuk tujuan
pembagian hasil usaha . Dalam penghitungan pembagian hasil usaha didasarkan
pada pendapatan yang telah direalisasikan menjadi kas.
5. Konsistensi
penyajian
Penyajian
dan klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan antar periode konsisten, kecuali
:
a. Terjadi
perubahan yang signifikan terhadap sifat operasi entitas syariah atau perubahan
penyajian akan menghasilkan penyajian yang lebih tepat atau suatu transaksi
atau peristiwa
b. Perubahan
tersebut diperkenankan oleh pernyataan standar akuntansi keuangan atau
interpretasi pernyataan standar akuntansi keuangan
6. Materialitas
dan agregasi
Pos-pos yang material disajikan terpisah dalam
laporan keuangan sedangkan yang tidak material digabungkan dengan jumlah yang
memilki sifat atau fungsi yang sejenis. Informasi dianggap material jika dengan
tidak diungkapkannya informasi tersebut dapat mempengaruhi pengguna laporan
keuangan dalam pengambilan keputusan ekonomi. Untuk menentukan materialitas
suatu pos maka besaran dan sifat unsur tersebut harus dianalisis dimana
masing-masing dapat menjadi factor penentu.
7. Saling
hapus ( offsetting )
Aset, kewajiban , dana syirkah temporer ,
penghasilan dan beban disajikan secara terpisah kecuali saling hapus
diperkenankan dalam pernyataan atau interpretasi standar akuntansi keuangan.
Bahwa aset dan kewajiban disajikan secara terpisah dan tidak diperkenankan
saling hapus.
8. Informasi
komparatif
Pada paragraf 33 ( PSAK No. 101,2007 ) dijelaskan
bahwa informasi kuantitatif harus diungkapkan secara komparatif dengan periode
sebelumnya kecuali dinyatakan lain oleh pernyataan standar akuntansi keuangan .
informasi komparatif yang bersifat naratif dan deskriptif dari laporan keuangan
periode sebelumnya diungkapkan kembali apabila relevan untuk pemahaman laporan
keuangan periode berjalan.
V.
Instrumen Keuangan Syariah
Instrumen
keuangan syariah dapat di kelompokan sebagai berikut.
•
Akad investasi yang merupakan
jenis akad tijarah dengan bentuk uncertainty contract. Kelompok akad ini adalah
sebagai berikut :
Mudharabah, yaitu kerjasama antara dua belah
pihak atau lebih,dimana pemilik modal (shahibul maal) memercayakan sejumlah modal
kepada pengelola (mudhari) untuk melakukan kegiatan usaha dengan nisbah bagi
hasil atas keuntunga yang diperoleh menurut kesepakatan dimuka, sedangakan
apabila terjadi kerugian hanya ditanggung pemilik dana sepnjng tidak ada unsur
kesenjangan atau kelalaian oleh mudharib. Musyarakah
adalah akad kerjasama yang terjadi antara pihak modal (mitra musyarakah) untuk
menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama dalam suatu kemitraan,
dengan nisbah bagi hasil sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian
ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.
Sukuk (obligasi syariah), merupakan
surat utang yang sesuai dengan prinsip syariah. Saham syariah produknya harus
sesuai syariah. Syarat lainnya
a.
Perusahaan
tersebut memiliki piutang dagang yang relatif dibandingkan total asetnya (dow
jones islamic: kurang dari 45%),
b.
Perusahaan
tersebut memiliki utang yang kecil di bandingkan nilai kapitalisasi pasar (Dow
jones Islamic: kurang dari 33%)
c.
Persahaan
memiliki pendapatan bunga kecil(Dow Jones Islamic: kurang dari 5%).
• Akad jual-beli/sewa-menyewa yang
merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk certainty contract, kelompok akad
ini adalah sebagai berikut :
Murabahah adalah transaksi penjualan barang
dengan menyatakan biaya perolehan
dan keuntungan (margin) yang disepakati antara pihak penjual dan pembeli.
Salam
adalah transaksi jual beli dimana
barang yang telah diperjualbelikan
belum ada. Barang diserahkan secarah tangguh, sedangkan pembayaran dilakukan
secara tunai.
Istishna memiliki sistem yang mirip dengan
salam, namun dalam istishna’ pembayaran dapat dilakkan di muka, cicilan dalam
beberapa kali (termin) atau ditangguhkan selama jangkawaktu tertentu.
Ijarah adalah akad sewa-menyewa antara
pemilik objek sewa dan penyewah untuk mendapatkan manfaat sewa yang disewakan.
• Akad lainnya
meliputi
Sharf
adalah perjanjian jual beli suatu
valuta dengan valuta lainnya.
Transaksi mata uang asing (valuta asing), dapat dilakukan baik dengan sesama
mata uang yang sejenis maupun yang tidak sejenis.
Wadiah adalah akad penitipan dari pihak
yang mempunyai uang atauü barang kepada pihak yang menerim
titipan dengan cacatan kapanpun titipan diambil pihak pemerima titipan wajib
menyerahkan kembali uang/barang titipan tersebut. Wadiah terbagi dua:
a) Wadiah amanah dimana uang/barang yang dititipkan hanya
boleh disimpan dan tidak boleh didayahgunakan.
b) Wadiah
yadhamanah dimana uang/barang yang dititpkan boleh didayahguanakan dan hasil
pendayahgunaan tidak tidak terdapat kewajiban untuk dibagi hasilkan kepada
pemberi titipan.
Qardhul
Hasan adalah
pinjaman yang tidak mempersyaratkan adanya imbalan, waktu pengembalian pinjaman
ditetapkan bersama antara pemberi dan penerima pinjaman. Biaya administarasi,
dalam jumlah yang terbatas di perkenankan untuk dibebankan kepada peminjam.
Al-Wakalah adalah jasa pemberian kuasa dari
satu pihak kepihak lain. Untuk jasanya itu yang dititpkan dapat memperoleh fee
sebagai imbalan.
Kafalah adalah perjanjian pemberian jaminan
atau penanggungan atas pembayaran utang satu pihak pada pihak lain.
Hiwalah adalah pengalian utang atau piutang
dari pihak pertama (al-muhil) keada pihak lain (al-muhal ’alaih) atas dasar
saling mempercayai.
Rahn merupakan sebuah perjanjian
pinjaman dengan jaminan aset. Berupa
penahanan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang
diterimanya.
DAFTAR PUSTAKA
Ascara. 2007. Akad & Produk Bank
Syariah. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada
Karim, Adiwarman. 2004. Bank Islam, Analisis fiqh dan
Keuangan.Jakarta : PT RajaGrafindo Persada