Assalammualaikum wr wb ..
Selamat Malam, lihat-lihat isi folder 'ALLabout Things' nemu ini. Seingat saya pernah ikut lomba menulis essai tentang kenakalan remaja. Tapi di bawah ini bukan tulisan saya, berikut adalah referensi untuk bahan menulis essai. Semoga bermanfaat yaa .. Mari kita bersama-sama menjadikan Indonesia lebih maju dengan para Pemuda Pemudi yang cerdas, cermat, ceria, cemangat :)
Kenakalan Remaja di Era Globalisasi
1. Pengertian
Kenakalan remaja sering disebut juga dengan Juvenile Delinquency ialah perilaku jahat (dursila) atau kejahatan anak-anak muda. Anak-anak muda yang jahat itu disebut juga sebagai anak cacat secara sosial. Juvenile berasal dari bahasa Latin “Juvenilus”, artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa remaja. Delinquent berasal dari kata Latin “delinquere” yang berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas lagi maknanya menjadi jahat.
Mengenal siapa remaja dan apa
problema yang dihadapinya adalah suatu keharusan bagi orang tua. Dengan bekal
pengetahuan ini orang tua dapat membimbing anaknya menataki masa-masa krisis
tersebut dengan mulus. Hal ini sangat dirasakan oleh semua karena di bahu
remaja masa kini terletak tanggung jawab moral sebagai generasi penerus,
menggantikan generasi yang ada saat ini. Mereka inilah yang kelak berperan
menjadi sumber daya manusia yang tangguh dan berkualitas, menjadi aset nasional
dan tumpuan harapan bangsa dalam kompetisi global, yang tentunya kian hiruk
pikuk di abad ke XXI.
2. Bentuk-bentuk Kenakalan
Adapun
bentuk-bentuk dari kenakalan remaja adalah :
a. Kebut – kebutan dijalanan yang
mengganggu keamanan lalu lintas dan membahayakan jiwa serta orang lain
b. Membolos sekolah lalu bergelandangan
sepanjang jalan dan kadang-kadang pergi ke pasar untuk bermain game.
c. Memakai dan menggunakan bahan
narkotika bahkan hal yang mereka anggap ringan yakni minuman keras.
d. Perjudian dan bentuk-bentuk
permainan lain dengan taruhan, seperti permainan domino, remi dan lain-lain.
e. Perkelahian antar geng, antar
kelompok, antar sekolah, sehingga harus melibatkan pihak yang berwajib.
B. Sebab-sebab Terjadinya Kenakalan Remaja
1. Faktor Internal (Dalam)
a. Reaksi Frustasi Diri
Dengan semakin pesatnya usaha
pembangunan, modernisasi yang berakibat pada banyaknya anak remaja yang tidak
mampu menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan sosial itu. Mereka lalu
mengalami banyak kejutan, frustasi, ketegangan batin dan bahkan sampai kepada
gangguan jiwa.
b. Gangguan pengamatan dan tanggapan
pada anak remaja.
Adanya gangguan pengamatan dan
tanggapan di atas sangat mengganggu daya adaptasi dan perkembangan pribadi anak
yang sehat. Gangguan pengamatan dan tanggapan itu, antara lain : halusinasi,
ilusi dan gambaran semua. Tanggapan anak tidak merupakan pencerminan realitas
lingkungan yang nyata, tetapi berupa pengolahan batin yang keliru, sehingga
timbul interpretasi dan pengertian yang salah. Sebabnya semua itu diwarnai
harapan yang terlalu muluk, dan kecemasan yang berlebihan.
c. Gangguan berfikir dan intelegensi
pada diri remaja.
Berfikir mutlak perlu bagi kemampuan
orientasi yang sehat dan adaptasi yang wajar terhadap tuntutan lingkungan.
Berpikir juga penting bagi upaya pemecahan kesulitan dan permasalahan hidup
sehari-hari. Jika anak remaja tidak mampu mengoreksi pekiran-pekirannya yang
salah dan tidak sesuai dengan realita yang ada, maka pikirannya terganggu.
d. Gangguan perasaan pada anak remaja.
Perasaan memberikan nilai pada
situasi kehidupan dan menentukan sekali besar kecilnya kebahagiaan serta rasa
kepuasan. Perasaan bergandengan dengan pemuasan terhadap harapan, keinginan dan
kebutuhan manusia. Jika semua tadi terpuaskan, orang merasa senang dan bahagia.
Gangguan-gangguan fungsi perasaan itu antara lain :
1) Inkontinensi emosional ialah
tidak terkendalinya perasaan yang meledak-ledak, tidak bisa dikekang.
2) Labilitas emosional ialah suasana
hati yang terus menerus berganti-ganti dan tidak tetap. Sehingga anak remaja
akan cepat marah, gelisah, tidak tenang dan sebagainya.
3) Ketidak pekaan dan mempunyai perasaan biasa disebabkan oleh sejak kecil anak tidak pernah diperkenalkan dengan kasih sayang, kelembutan, kebaikan dan perhatian.
3) Ketidak pekaan dan mempunyai perasaan biasa disebabkan oleh sejak kecil anak tidak pernah diperkenalkan dengan kasih sayang, kelembutan, kebaikan dan perhatian.
4) Kecemasan merupakan bentuk
“ketakutan” pada hal-hal yang tidak jelas, tidak riil, dan dirasakan sebagai
ancaman yang tidak bisa dihindari.
2. Faktor Eksternal (Luar)
Selain faktor dari dalam ada juga faktor yang datang dari luar
anak tersebut, antara lain :
a. Keluarga
Tidak diragukan bahwa keluarga memegang peranan penting dalam pembentukan pribadi remaja dan menentukan masa depannya. Mayoritas remaja yang terlibat dalam kenakalan atau melakukan tindak kekerasan biasanya berasal dari keluarga yang berantakan, keluarga yang tidak harmonis di mana pertengkaran ayah dan ibu menjadi santapan sehari-hari remaja. Bapak yang otoriter, pemabuk, suka menyiksa anak, atau ibu yang acuh tak acuh, ibu yang lemah kepribadian dalam atri kata tidak tegas menghadapi remaja, kemiskinan yang membelit keluarga, kurangnya nilai-nilai agama yang diamalkan dll semuanya menjadi faktor yang mendorong remaja melakukan tindak kekerasan dan kenakalan.
Tidak diragukan bahwa keluarga memegang peranan penting dalam pembentukan pribadi remaja dan menentukan masa depannya. Mayoritas remaja yang terlibat dalam kenakalan atau melakukan tindak kekerasan biasanya berasal dari keluarga yang berantakan, keluarga yang tidak harmonis di mana pertengkaran ayah dan ibu menjadi santapan sehari-hari remaja. Bapak yang otoriter, pemabuk, suka menyiksa anak, atau ibu yang acuh tak acuh, ibu yang lemah kepribadian dalam atri kata tidak tegas menghadapi remaja, kemiskinan yang membelit keluarga, kurangnya nilai-nilai agama yang diamalkan dll semuanya menjadi faktor yang mendorong remaja melakukan tindak kekerasan dan kenakalan.
Struktur keluarga anak nakal pada umumnya menunjukkan
beberapa kelemahan/cacat di pihak ibu, antara lain ialah sebagai berikut:
1) Ibu ini tidak hangat, tidak mencintai anak-anaknya,
bahkan sering membenci dan menolak anak laki-lakinya, sama sekali acuh terhadap
kebutuhan anaknya.
2) Ibu kurang mempunyai kesadaran mengenai fungsi kewanitaan dan keibuannya; mereka lebih banyak memiliki sifat ke jantan-jantanan.
2) Ibu kurang mempunyai kesadaran mengenai fungsi kewanitaan dan keibuannya; mereka lebih banyak memiliki sifat ke jantan-jantanan.
3) Reaksi terhadap kehidupan anak-anaknya tidak kuat, tidak
cocok, tidak harmonis. Mereka tidak sanggup memenuhi kebutuhan anak-anaknya,
baik yang fisik maupun yang psikis sifatnya.
4)
Kehidupan perasaan ibu-ibu tidak mantap, tidak konsisten, sangat mudah berubah
dalam pendiriannya, tidak pernah konsekuen, dan tidak bertanggung jawab secara
moral.
Beberapa kelemahan di pihak ayah
yang mengakibatkan anaknya menjadi nakal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Mereka menolak anak laki-lakinya.
2) Ayah-ayah tadi hampir selalu
absen atau tidak pernah ada di tengah keluarganya, tidak perduli, dan sewenang-wenang
terhadap anak dan istrinya.
3) Mereka pada umumnya alkoholik,
dan mempunyai prestasi kriminalitas, sehingga menyebarkan perasaan tidak aman
(insekuritas) kepada anak dan istrinya.
4) Ayah-ayah ini selalu gagal dalam memberikan supervisi dan tuntunan moral kepada anak laki-lakinya.
4) Ayah-ayah ini selalu gagal dalam memberikan supervisi dan tuntunan moral kepada anak laki-lakinya.
5) Mereka mendidik anaknya dengan
disiplin yang terlalu ketat dan keras atau dengan disiplin yang tidak teratur,
tidak konsisten.
Selain itu, ada juga beberapa faktor
yang datang dari keluarga, antara lain :
1) Rumah tangga berantakan.
Bila rumah tangga terus menerus dipenuhi konflik yang
serius, menjadi retak, dan akhirnya mengalami perceraian, maka mulailah
serentetan kesulitan bagi semua anggota keluarga, terutama anak-anak. Pecahlah
harmonis dalam keluarga, dan anak menjadi sangat bingung, dan merasakan
ketidakpastian emosional. Dengan rasa cemas, marah dan risau anak mengikuti
pertengkaran antara ayah dengan ibu. Mereka tidak tahu harus memihak kepada
siapa. Batin anak menjadi sangat tertekan, sangat menderita, dan merasa malu
akibat ulah orang tua mereka. Ada perasaan ikut bersalah dan berdosa, serta merasa
malu terhadap lingkungan.
2) Perlindungan-lebih dari orang tua.
Bila orang tua terlalu banyak melindungi dan memanjakan
anak-anaknya, dan menghindarkan mereka dari berbagai kesulitan atau ujian
hidup yang kecil, anak-anak pasti menjadi rapuh dan tidak akan pernah sanggup
belajar mandiri. Mereka akan selalu bergantung pada bantuan – orang tua, merasa
cemas dan bimbang ragu selalu; aspirasi dan harga-dirinya tidak bisa tumbuh
berkembang. Kepercayaan dirinya menjadi hilang.
3) Penolakan orang tua.
Ada pasangan suami-istri yang tidak pernah bisa memikul
tanggung jawab sebagai ayah dan ibu. Mereka ingin terus melanjutkan kebiasaan
hidup yang lama, bersenang-senang sendiri seperti sebelum kawin. Mereka tidak
mau memikirkan konsekuensi dan tanggung jawab selaku orang dewasa dan orang
tua. Anak-anaknya sendiri ditolak, dianggap sebagai beban, sebagai hambatan
dalam meniti karir mereka. Anak mereka anggap cuma menghalang-halangi kebebasan
bahkan cuma merepotkan saja.
4) Pengaruh buruk dari orang tua.
Tingkah-laku kriminal, a-susila (suka main perempuan, korup,
senang berjudi, sering mabuk-mabukan, kebiasaan minum dan menghisap rokok berganja,
bertingkah sewenang-wenang, dan sebagainya) dari orang tua atau salah seorang
anggota keluarga bisa memberikan pengaruh menular atau infeksius kepada anak.
Anak jadi ikut-ikutan kriminal dan a-susila, atau menjadi anti-sosial. Dengan
begitu kebiasaan buruk orang tua mengkondisionir tingkah-laku dan sikap hidup
anak-anaknya.
b. Lingkungan Sekolah yang Tidak
Menguntungkan
Sekolah sampai sekarang masih banyak
berfungsi sebagai “sekolah dengar” dari pada memberikan kesempatan luas untuk
membangun aktivitas, kreativitas dan inventivitas anak. Dengan demikian sekolah
tidak membangun dinamisme anak, dan tidak merangsang kegairahan belajar anak.
Selanjutnya, berjam-jam lamanya
setiap hari anak-anak harus melakukan kegiatan yang tertekan, duduk, dan pasif
mendengarkan, sehingga mereka menjadi jemu, jengkel dan apatis. Di kelas, anak-anak
terutama para remaja sering mengalami frustasi dan tekanan batin, merasa
seperti dihukum atau terbelenggu oleh peraturan yang “tidak adil”. Di satu
pihak pada dirinya ada anak dorongan naluriah untuk bergiat, aktif dinamis,
banyak bergerak dan berbuat; tetapi di pihak lain ada anak dikekang ketat oleh
disiplin mati di sekolah serta sistem regimentasi dan sistem sekolah-dengar.
Ada pula guru yang kurang simpatik,
sedikit memiliki dedikasi pada profesi, dan tidak menguasai didaktik-metodik
mengajar. Tidak jarang profesi guru/dosen dikomersialkan, dan pengajar hanya
berkepentingan dengan pengoperan materi ajaran belaka. Perkembangan kepribadian
anak sama sekali tidak diperhatikan oleh guru, sebab mereka lebih
berkepentingan dengan masalah mengajar atau mengoperkan informasi belaka.
c. Media elektronik
TV, video, film dan sebagainya
nampaknya ikut berperan merusak mental remaja, padahal mayoritas ibu-ibu yang
sibuk menyuruh anaknya menonton tv sebagai upaya menghindari tuntutan anak yang
tak ada habisnya. Sebuah penelitian lapangan yang pernah dilakukan di Amerika
menunjukkan bahwa film-film yang memamerkan tindak kekerasan sangat berdampak
buruk pada tingkah laku remaja. Anak yang sering menonton film-film keras lebih
terlibat dalam tindak kekerasan ketika remaja dibandingkan dengan
teman-temannya yang jarang menonton film sejenis. Polisi Amerika menyebutkan
bahwa sejumlah tindak kekerasan yang pernah ditangani polisi ternyata dilakukan
oleh remaja persis sama dengan adegan-adegan film yang ditontonnya. Ternyata
anak meniru dan mengindentifikasi film-film yang ditontonnya.
d. Pengaruh pergaulan
Di usia remaja, anak mulai meluaskan
pergaulan sosialnya dengan teman-tema sebayanya. Remaja mulai betah berbicara
berjam jam melalui telefon. Topik pembicaraan biasanya seputar pelajaran, film,
tv atau membicarakan cowok/ cewek yang ditaksir dsb.
Hubungan sosial di masa remaja ini dinilai positif karena bisa mengembangkan orientasi remaja memperluas visi pandang dan wawasan serta menambah informasi, bahkan dari hubungan sosial ini remaja menyerap nilai-nilai sosial yang ada di sekelilingnya. Semua faktor ini menjadi penyokong dalam pembentukan kepribadiannya dan menambah rasa percaya diri karena pengaruh pergaulan yang begitu besar pada diri remaja, maka hubungan remaja dengan teman sebayanya menentukan kualitas remaja itu. Kalau ini disadari oleh remaja, maka dengan sadar remaja akan menyeleksi teman pergaulannya.
Hubungan sosial di masa remaja ini dinilai positif karena bisa mengembangkan orientasi remaja memperluas visi pandang dan wawasan serta menambah informasi, bahkan dari hubungan sosial ini remaja menyerap nilai-nilai sosial yang ada di sekelilingnya. Semua faktor ini menjadi penyokong dalam pembentukan kepribadiannya dan menambah rasa percaya diri karena pengaruh pergaulan yang begitu besar pada diri remaja, maka hubungan remaja dengan teman sebayanya menentukan kualitas remaja itu. Kalau ini disadari oleh remaja, maka dengan sadar remaja akan menyeleksi teman pergaulannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar