Senin, 06 Oktober 2014

Akuntansi Syariah

Assalammualaikum wr wb ..
Pertama kalinya mengenal mata kuliah Akuntansi Syariah. Berikut tugas meresum kelompok saya tentang Akuntansi Syariah. Semoga bermanfaat :)



I.                   JENIS – JENIS AKAD

Akad merupkan peristiwa hukum antara dua pihak yang berisi ijab dan kabul, secara sah menurut syara dan menimbulkan akibat hukum. Jika kita kaitkan dengan sebuah desain kontrak maka kita akan mencoba mengkaitkan dengan Lembaga Keuangan dikarenakan akad merupakan dasar sebuah instrumen dalam lembaga tersebut, terutama di Lembaga Keungan Syariah Akad menjadi hal yang terpenting hal ini terkait dengan boleh atau tidaknya sesuatu dilakukan di dalam islam.

PENGERTIAN AKAD DAN WA’AD

Akad dan Wa’ad dalam konteks fiqih muamalah merupakan hal yang berbeda meskipun keduanya hampir sama yang merupakan bentuk perjanjian. Akad merupakan suatu kesepakatan bersama antara kedua belah pihak atau lebih baik secara lisan, isyarat, maupun tulisan yang memiliki implikasi hukum yang mengikat untuk melaksanakannya. Sedangkan Wa’ad adalah janji antara satu pihak kepada pihak lainnya, pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban apa-apa terhadap pihak lainnya. Dalam Wa’ad bentuk dan kondisinya belum ditetapkan secara rinci dan spesifik. Bila pihak yang berjanji tidak dapat memenuhi janjinya, maka sanksi yang diterimanya lebih merupakan sanksi moral. Hal ini berbeda dengan akad yang mengikat kedua belah pihak yang saling bersepakat yaitu pihak-pihak terikat untuk melaksanakan kewajiban mereka masing-masing yang telah disepakati terlebih dahulu. Dalam akad, bentuk dan kondisinya sudah ditetapkan secara rinci dan spesifik. Bila salah satu atau kedua pihak yang terikat dalam kontrak itu tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka ia/mereka menerima sanksi seperti yang sudah disepakati dalam akad.

Pembagian Akad dari segi ada atau tidaknya Kompensasi

I.       AKAD TABARRU’

Akad tabarru’ merupakan segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi nirlaba yang tidak mencari keuntungan (not for profit), Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong-menolong dalam rangka berbuat kebaikan. Dalam akad tabarru’, pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan dan mengharapkan imbalan apapun kepada pihak lainnya, Pada hakekatnya, akad tabarru’ adalah akad melakukan kebaikan yang mengharapkan balasan dari Allah SWT semata. Contoh akad-akad tabarru’ adalah qard, rahn, hiwalah, wakalah, kafalah, wadi’ah, hibah,waqf, shadaqah,hadiah, dll.

Pada dasarnya dalam akad tabarru’ ada dua hal yaitu memberikan sesuatu atau meminjamkan sesuatu baik objek pinjamannya berupa uang atau jasa.

1.      Dalam bentuk meminjamkan uang
Ada tiga jenis akad dalam bentuk meminjamkan uang yakni :
a.       Qard, merupakan pinjaman yang diberikan tanpa adanya syarat apapun dengan adanya batas jangka waktu untuk mengembalikan pinjaman uang tersebut.
b.      Rahn adalah menahan salah satu harta milik sipeminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis, dengan demikian pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya
c.       Hiwalah, merupakan bentuk pemberian pinjaman uang yang bertujuan mengambil alih piutang dari pihak lain atau dengan kata lain adalah pemindahan hak atau kewajiban yang dilakukan seseorang (pihak pertama) yang sudah tidak sanggup lagi untuk membayarnya kepada pihak kedua yang memiliki kemampuan untuk mengambil alih atau untuk menuntut pembayaran utang dari/atau membayar utang kepada pihak ketiga
2.   Dalam bentuk meminjamkan Jasa
Ada tiga jenis akad dalam meminjamkan jasa yakni :
a.       Wakalah, merupakan akad pemberian kuasa (muwakkil) kepada penerima kuasa (wakil) untuk melaksanakan suatu tugas (taukil) atas nama pemberi kuasa. Dapat dilakukan dengan cara kita melakukan sesuatu baik itu bentuknya jasa , keahlian, ketrampilan atau lainya yang kita lakukan atas nama orang lain.
b.      Wadi’ah, dapat dilakukan dengan cara kita memberikan sebuah jasa untuk sebuah penitipan atau pemeliharaan yang kita lakukan sebagai ganti orang lain yang mempunyai tanggungan. Wadi’ah adalah akad penitipan barang atau jasa antara pihak yang mempunyai barang atau uang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang tersebut.
Pembagian wadi’ah sebagai berikut :
a.       Wadi’ah Yad Al-Amanah
Akad Wadiah dimana barang yang dititipkan tidak dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan dan penerima titipan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan selama si penerima titipan tidak lalai.
b.      Wadi’ah Yad Ad-Dhamanah
Akad Wadiah dimana barang atau uang yang dititipkan dapat dipergunakan oleh penerima titipan dengan atau tanpa ijin pemilik barang. dari hasil penggunaan barang atau uang ini si pemilik dapat diberikan kelebihan keuntungan dalam bentuk bonus dimana pemberiannya tidak mengikat dan tidak diperjanjikan.
c.       Kafalah
Kafalah merupakan akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak
kepada pihak lain dimana pemberi jaminan bertanggung jawab atas pembayaran kembali suatu hutang yang menjadi hak penerima jaminan.
3.      Memberikan Sesuatu Yang termasuk ke dalam bentuk akad memberikan sesuatu adalah akad-akad :
Hibah, wakaf, shadaqah, hadiah, dll. Dalam semua akad-akad tersebut, si pelaku memberikan sesuatu kepada orang lain. Bila penggunaannya untuk kepentingan umum dan agama, maka akadnya dinamakan wakaf. Objek wakaf ini tidak boleh diperjual belikan begitu sebagai aset wakaf. Sedangkan hibah dan hadiah adalah pemberian sesuatu secara sukarela kepada orang lain.
Ketika akad tabarru’ telah disepakati maka tidak boleh dirubah menjadi akad tijarah yang tujuannya mendapatkan keuntungan, kecuali atas persetujuan antar kedua belah pihak yang berakad. Akan tetapi lain halnya dengan akad tijarah yang sudah disepakati, akad ini boleh diubah kedalam akad tabarru bila pihak yang tertahan haknya merelakan haknya, sehingga menggugurkan kewajiban yang belum melaksanakan kewajibannya. Adapun fungsi dari akad tabarru’ ini selain orientasi akad ini bertujuan mencari keuntungan akhirat,bukan untuk keperluan komersil. Akan tetapi dalam perkembangannya akad ini sering berkaitan dengan kegiatan transaksi komersil, karena akad tabarru’ ini bisa berfungsi sebagai perantara yang menjembatani dan memperlancar akad tijarah.

II.    AKAD TIJARAH

Akad Tijarah adalah akad yang berorientasi pada keuntungan komersial (for propfit oriented). Dalam akad ini masing-masing pihak yang melakukan akad berhak untuk mencari keuntungan. Contoh akad tijarah adalah akad-akad investasi, jual-beli, sewa-menyewa dan lain – lain. Pembagian akad tijarah dapat dilihat dalam skema akad dibawah ini. Pembagian berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperoleh akad tijarah dibagi menjadi dua yaitu Natural Uncertainty Contract (NUC) dan Natural Certainty Contrats (NCC).

A. Natural Certainty Contracts

Natural Certainty Contracts adalah kontrak/akad dalam bisnis yang memberikan kepastian
pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktunya. Cash flow-nya bisa diprediksi dengan
relatif pasti, karena sudah disepakati oleh kedua belah pihak yangbertransaksi di awal akad.
Kontrak-kontrak ini secara menawarkan return yang tetap dan pasti. Objek pertukarannya
(baik barang maupun jasa) pun harus ditetapkan di awal akad dengan pasti, baik jumlahnya
(quantity), mutunya (quality), harganya (price), dan waktu penyerahannya (time of delivery).
Yang termasuk dalam kategori ini adalah kontrak-kontrak jual-beli, upah-mengupah, sewa
menyewa.

Macam – Macam Natural Certainty Contracts (NCC) sebagai berikut :

1. Akad Jual Beli
a.       Bai’ naqdan adalah jual beli biasa yang dilakukan secara tunai. Dalam jual beli ini bahwa baik uang maupun barang diserahkan di muka pada saat yang bersamaan, yakni di awal transaksi (tunai).
b.      Bai’ muajjal adalah jual beli dengan cara cicilan. Pada jenis ini barang diserahkan di awal periode, sedangkan uang dapat diserahkan pada periode selanjutnya. Pembayaran ini dapat dilakukan secara cicilan selama periode hutang, atau dapat juga dilakukan secara sekaligus di akhir periode.
c.        Murabahah adalah jual beli dimana besarnya keuntungan secara terbuka dapat diketahui oleh penjual dan pembeli.
d.      Salam adalah akad jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu.
e.       Istisna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (Pembeli, Mustashni’) dan penjual (Pembuat, shani’). 
 
2. Akad Sewa-Menyewa
a.       Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
b.      Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) adalah Ijarah yang membuka kemungkinan perpindahan kepemilikan atas objek ijarahnya pada akhir periode.
c.       Ju’alah adalah akad ijarah yang pembayarannya didasarkan kepada kinerja objek yang disewa /diupah.

B. Natural Uncertainty Contracts (NUC)

Natural Uncertainty Contracts adalah kontrak/akad dalam bisnis yang tidak memberikan
kepastian pendapatan, baik dari segi jumlah maupun waktunya. Dalam NUC, pihak-pihak
yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya (baik real assets maupun financial assets)
menjadi satu kesatuan, dan kemudian menanggung resiko bersama-sama untuk mendapatkan
keuntungan. Di sini, keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Yang termasuk dalam
kontrak ini adalah kontrak-kontrak investasi. Kontrak investasi ini tidak menawarkan
keuntungan yang tetap dan pasti.

Macam – Macam Natural Uncertainty Contracts (NUC) adalah sebagai berikut:

1.      Musyarakah

Menurut Syafi’i Antonio Akad Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
(atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung
bersama sesuai kesepakatan.

Macam – macam musyarakah :

a.       Mufawadhah
Akad kerjasama dimana masing-masing pihak memberikan porsi dana yang sama. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung bersama.
b.      Inan
Akad kerjasama dimana pihak yang bekerjasama memberikan porsi dana yang tidak sama jumlahnya. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung sebesar porsi modal.
c.       Wujuh
Akad kerjasama dimana satu pihak memberikan porsi dana dan pihak lainnya memberikan porsi berupa reputasi. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi modal, pihak yang memberikan dana akan mengalami kerugian kehilangan dana dan pihak yang memberikan reputasi akan mengalami kerugian secara reputasi.
d.      Abdan
Akad kerjasama dimana pihak-pihak yang bekerjama bersama-sama menggabungkan keahlian yang dimilikinya. Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan dan kerugian ditanggung bersama. dengan akad ini maka pihak yang bekerjasama akan mengalami kerugian waktu jika mengalami kerugian.
e.       Mudharabah
Mudharabah merupakan akad kerjasama dimana satu pihak menginvestasikan dana sebesar 100 persen dan pihak lainnya memberikan porsi keahlian. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian sesuai dengan porsi investasi.  Macam – Macam Mudharabah : a) Mudharabah Mutlaqah, Mudharabah Mutlaqah merupakan akan mudharabah dimana dana yang diinvestasikan bebas untuk digunakan dalam usaha oleh pihak lainnya. b) Mudharabah Muqayadah, Berbeda dengan Mudharabah Muqayadah, dana yang diinvestasikan digunakan dalam usaha yang sudah ditentukan oleh pemberi dana.

2.      Muzara’ah
Akad Syirkah dibidang pertanian yang digunakan untuk pertanian tanaman setahun

3.      Musaqah
Akad Syirkah di bidang pertanian dimana digunakan untuk pertanian tanaman tahunan.

4.      Mukharabah
Akad Muzara’ah dimana bibitnya berasal dari pemilik tanah

II. Konsep Keuntungan dalam Syariah

Konsep Untung Dalam Islam
Keuntungan adalah salah satu unsur penting dalam perdagangan, perdagangan dilakukan untuk mencari keuntungan sebagai upaya mencari nafkah memenuhi kebutuhan hidup. Untung adalah sinonim dengan perkataan laba, atau profit dalam bahasa Inggris. Untung dalam bahasa arab disebut dengan al-ribh yang diartikan dengan pertambahan atau pertumbuhan dalam perdagangan. Ada juga istilah lain yang terkait dengan untung seperti al-nama’, al-ghallah, al-faidah. Kata ribh sendiri hanya terdapat satu kali dalam Al-Quran yakni saat Allah mengecam tindakan orang-orang munafik. Mereka Itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, Maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk (QS.2: 16).
Kata ribh dapat diartikan sebagai pertambahan atau kelebihan yang dihasilkan dari unsur modal dan usaha perdagangan. Dalam hal ini, terjadi perbedaan pandangan para ulama tentang cakupan dan batasan untung, Al-Thabari berpendapat bahwa unsur untung yang diperoleh dari perdagangan adalah sebagai ganti barang yang dimiliki oleh si penjual ditambah dengan kelebihan dari harga barang saat dibeli sebelumnya. Dengan demikian, jika terjadi pertukaran barang tanpa ada pergantian atau kelebihan dari harga barang yang dibeli sebelumnya, berarti pedagang tersebut merugi.
Agak berbeda cakupan untung menurut Al-Naisabury, baginya untung adalah pertambahan dari modal pokok setelah ada unsur usaha perdagangan. Sebab, Al-Naisabury mendefinisikan perdagangan sebagai perputaran harta dalam lingkaran perdagangan yang bertujuan memperoleh pertambahan (nilai) dari barang tersebut. Mirip dengan pendapat Al-Naisabury, Zamakhsari mendefinisikan untung sebagai kelebihan dari modal pokok setelah ada unsur usaha perdagangan. Karenanya, perdagangan adalah aktivitas pedagang yang membeli suatu barang dan menjualnya untuk mendapatkan keuntungan.
Sepintas, definisi untung menurut para ulama tidaklah jauh berbeda. Namun, jika dianalisis lebih mendalam tampak bahwa masing-masing definisi keuntungan yang diungkap ulama memiliki kelebihan dan kekurangan. Syamsiah Muhammad seorang pakar asal Damaskus lebih memilih pendapat Al-Thabary, walaupun sederhana, definsi untung dalam pandangan Al-Thabari terlihat lebih “pasti dan kukuh” dari pendapat lainnya, bahwa untung adalah pertambahan dari modal dari aktivitas perdagangan yang dilakukan. Lebih jelas, Thabari mendefiniskan maksud pertambahan itu sendiri yakni kelebihan dari harga asal dari barang yang diperdagangkan.
Berbeda dengn penulis, walau “terkesan tidak pasti”, definisi keuntungan dalam pandangan Al-Naysabury dan Zamakhsary menurut hemat penulis lebih dapat mengakomodir definisi untung yang beretika. Definisi di atas memperlihatkan, bahwa Al-Naysabury Al-Zamakhsary lebih mengedepankan unsur usaha atau campur tangan si pedagang dalam perniagaannya. Penulis mengartikan unsur usaha yang dimaksud Al-Nasysabury dan Zamakhsary adalah sejauhmana tingkat kesulitan dalam aktivitas perdagangan yang dilakukan oleh di pedagang yang diganti dengan “harga keuntungan” yang ditawarkannya kepada si pembeli. Dengan bahasa yang sederhana keuntungan adalah harga upah dari jerih payah si pedagang dalam perniagaan.

Penulis sebut “harga beretika”, keuntungan yang pantas diambil oleh si pedagang adalah seberapa besar usaha, jerih payah atau tingkat kesulitan yang dialami oleh si pedagang yang pantas diganti oleh si pembeli. Sampai disini, unsur usaha si pedagang menjadi patokannya. Unsur usaha yang dimaksud dapat diartikan dari penemuan usaha (ide), bagaimana usaha mendapatkan barang, tingkat kesulitan transportasi, tingkat keskulitan distribusi hingga ke tingkat tinggi rendahnya resiko. Pendapat ini sejalan dengan tafsir Al-Qurtubi tentang kalimat tijarah dalam surah Al-Nisa’ ayat 29. Qurthubi menyebutkan kata “tijarah” dapat diartikan dalam dua bentuk kegiatan yakni kegiatan pertukaran atau jual beli di sebuah tempat tanpa bermusafir dan kegiatan perdagangan yang dilakukan dengan melakukan perpindahan barang dari satu tempat ke tempat lain. Tentu, kegiatan perniagaan yang mengharuskan perpindahan satu tempat ke tempat lain memerlukan energi lebih seperti transportasi serta resiko yang berbeda dengan perdagangan yang tidak memerlukan perpindahan tempat. Dengan demikian, batasan keuntungan bergantung kepada tingkat usaha yang dilakukan oleh si pedagang terhadap usaha dagangnya. Sebuah produk atau barang yang didapatkan secara mudah baik dalam menemukan barang atau membawa barang tersebut tentu berbeda harga dengan barang yang sulit didapatkan serta tidak mudah untuk dihadirkan. Karenanya, harga sebuah barang tidak dapat ditentukan sesukanya apalagi memanfaatkan ketidaktahuan atau kedunguan si pembeli terhadap sebuah barang.
Keuntungan Bank        
Secara umum bahwa usaha perbankan baik konvensional maupun syariah mirip untuk tidak menyatakan sama. Sebab dalam sistem perbankan keuntungan yang diperoleh adalah selisih keuntungan yang diperoleh dari penanam modal (pendeposit) dengan pihak pengguna modal (peminjam). Usaha intermediasi antara pihak yang kelebihan uang (surplus of fund) dengan pihak yang kekurangan/membutuhkan uang (lack of fund) adalah sumber keuntungan bank, dan inilah “ruh” nya bank.
Namun secara konsep sungguh terdapat perbedaan yang mendasar diantara keduanya (bank konvensional dan bank syariah). Dalam Islam, riba merupakan keuntungan yang diperoleh dari pinjaman uang yang diharamkan karena keuntungan keuntungan seperti ini minim resiko. Dengan kata lain tingkat usaha termasuk resiko bagi bank konvensional tidak berat untuk menyatakan tidak ada. Bank tidak harus memikirkan keberhasilan atau kegagalan nasabah dalam berusaha yang menggunakan uang bank, sebab keuntungan yang diperoleh bank sudah pasti didapat melalui besar bunga yang ditetapkan. Pun, jika usaha yang dikelola gagal, bank masih mempunyai jaminan yang diberikan oleh nasabah yang biasanya nilainya lebih besar dari uang pinjaman.
Bank menurut Islam pantas mendapatkan “keuntungan” disebabkan bank adalah bagian dari usaha yang sedang dilakukan oleh nasabah yang “memakai” uang bank. Bank mendapatkan keuntungan jika usaha yang dikelola oleh pihak nasabah berhasil (sistem mudharabah) atau pihak bank dan nasabah secara bersama melakukan usaha tertentu (sistem musyarakah). Demikian juga sebaliknya, bank tidak memperoleh keuntungan dari uang yang diberikan kepada nasabah, bahkan bank boleh jadi menanggung kerugian jika usaha yang dijalankan nasabah merugi. Sampai disini, keuntungan bank (walaupun agak sedikit rancu dengan konsep kerjasama) harus based on resiko yang berat. Karenanya, keuntungan atau margin yang diperoleh bank seyogyanya memperhatikan tingkat usaha termasuk didalamnya resiko.

III.       Transaksi yang Dilarang

Dalam ekonomi islam, transaksi ekonomi yang dilakukan manusia memiliki aturan yang jelas. Oleh karena itu, apabila kita bertransaksi dalam ekonomi perlu berhati-hati agar tidak masuk pada transaksi yang dilarang. Berikut ini unsur-unsur transaksi yang dilarang dalam islam:

MAYSIR Semua bentuk perpidahan harta ataupun barang dari satu pihak kepada pihak lain tanpa melalui jalur akad yang telah digariskan Syariah, namun perpindahan itu terjadi melalui permainan, seperti taruhan uang pada permainan kartu, pertandingan sepak bola, pacuan kuda, pacuan greyhound dan seumpamanya. Mengapa dilarang? Karena (1) permainan bukan cara untuk mendapatkan harta/keuntungan (2) menghilangkan keredhaan dan menimbulkan kebencian/dendam (3) tidak sesuai dengan fitrah insani yang berakal dan disuruh bekerja untuk dunia dan akhirat.

GHARAR/TAGHRIR Sesuatu yang tidak jelas dan tidak dapat dijamin atau dipastikan kewujudannya secara matematis dan rasional baik itu menyangkut barang (goods), harga (price) ataupun waktu pembayaran uang/penyerahan barang (time of delivery). Taghrir dalam bahasa Arab gharar, yang berarti : akibat, bencana, bahaya, resiko, dan ketidakpastian. Dalam istilah fiqh muamalah, taghrir berarti melakukan sesuatu secara membabi buta tanpa pengetahuan yang mencukupi; atau mengambil resiko sendiri dari suatu perbuatan yang mengandung resiko tanpa mengetahui dengan persis akibatnya, atau memasuki kancah resiko tanpa memikirkan konsekuensinya. Menurut Ibnu Taimiyah, gharar terjadi bila seseorang tidak tahu apa yang tersimpan bagi dirinya pada akhir suatu kegiatan jual beli. Taghrir dan tadlis terjadi karena adanya incomplete information yang terjadi pada salah satu pihak baik pembeli atau penjual. Karena itu, kasus taghrir terjadi bila ada unsure ketidakpastian yang melibatkan kedua belah pihak (uncertain to both parties).

RIBA Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam, yaitu:

1. Al-Qur’an “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan” (QS. Ali Imran:130). “Hai orang-orang yang beriman,bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya”. (QS. Al Baqarah: 278-279) 2. Hadits • Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah bersabda: “Riba adalah tujuh puluh dosa; dosanya yang paling ringan adalah (sama dengan) dosa orang yang berzina dengan ibunya.” (HR. Ibn Majah). • Jabir berkata bahwa Rasulullah SAW mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnya dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian Beliau bersabda, “Mereka itu semuanya sama”. (HR.Muslim). JENIS –

JENIS RIBA Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua. Riba hutang-piutang dan riba jual-beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Sedangkan kelompok kedua, riba jual-beli, terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasi’ah. Mengenai pembagian dan jenis-jenis riba, berkata Ibnu Hajar al Haitsami: “Bahwa riba itu terdiri dari tiga jenis, yaitu riba fadl, riba al yaad, dan riba an nasiah. Al mutawally menambahkan jenis keempat yaitu riba al qard. Beliau juga menyatakan bahwa semua jenis ini diharamkan secara ijma’ berdasarkan nash al Qur’an dan hadits Nabi. l. Riba Qardh Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh). 2. Riba Jahiliyyah Hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan. 3.Riba Fadhl Pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi. 4.Riba Nasi’ah Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.

JENIS BARANG RIBAWI Para ahli fiqih Islam telah membahas masalah riba dan jenis barang ribawi dengan panjang lebar dalam kitab-kitab mereka. Dalam kesempatan ini akan disampaikan kesimpulan umum dari pendapat mereka yang intinya bahwa barang ribawi meliputi Emas dan perak, baik itu dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lainnya. Bahan makanan pokok seperti beras, gandum, dan jagung serta bahan makanan tambahan seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.

BATHIL Akad jual beli ataupun kemitraan untuk mendapatkan keuntungan ataupun penghasilan, namun barang yang diperdagangkan ataupun projek yang dikerjakan adalah jenis barang atau kegiatan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah seperti kemitraan untuk memproduksi narkotika yang dipasarkan untuk umum ataupun mendirikan usaha casino atau cabaret tempat dansa-dansa.

BAI’ AL MUDTARR Adalah jual beli dan pertukaran dimana salah satu pihak dalam keadaan sangat memerlukan (in the state of emergency) sehingga sangat mungkin terjadi eksploitasi oleh pihak yang kuat sehingga terjadi transaksi yang hanya menguntungkan sebelah pihak dan merugikan pihak lainnya.

IKRAH Segala bentuk tekanan dan pemaksaan dari salah satu pihak untuk melakukan suatu akad tertentu sehingga menghapus komponen mutual free consent. Jenis pemaksaan dapat berupa acaman fisik atau memanfaatkan keadaan seseorang yang sedang butuh atau the state of emergency. Imam Ibnu Taimiyah ra mengatakan bahwa dalam keadaan darurat (state of emergency) seseorang yang memilik stock barang yang dibutuhkan orang banyak harus diperintahkan untuk menjualnya dengan harga pasar, jika dia enggan melakukannya pihak berkuasa dapat memaksanya untuk melakukan hal tersebut demi menyelamatkan nyawa orang banyak. (Majmu al Fatawa, vol. 29 hal.300).

GHABN Adalah dimana si penjual memberikan tawaran harga diatas rata-rata harga pasar (market price) tanpa disadari olehpihak pembeli. Ghabn ada dua jenis yakni: Ghabn Qalil (Negligible) dan Ghabn Fahish (Excessive). Ghabn Qalil: adalah jenis perbedaan harga barang yang tidak terlalu jauh antara harga pasar dan harga penawaran dan masih dalam kategori yang dapat dimaklumi oleh pihak pembeli. Ghabn Fahish adalah perbedaan harga penawaran dan harga pasar yang cukup jauh bedanya.

BAI' NAJASH Dimana sekelompok orang bersepakat dan bertindak secara berpura-pura menawar barang dipasar dengan tujuan untuk menjebak orang lain agar ikut dalam proses tawar menawar tersebut sehingga orang ketiga ini akhirnya membeli barang dengan harga yang jauh lebih mahal dari harga sebenarnya. Larangan Rasul saw: “..Janganlah kamu meminang seorang gadis yang telah dipinang saudaramu, dan jangan menawar barang yang sedang dalam penawaran saudaramu; dan janganlah kamu bertindak berpura-pura menawar untuk menaikkan harga..”

IHTIKAR Adalah menumpuk-numpuk barang ataupun jasa yang diperlukan masyarakat dan kemudian si pelaku mengeluarkannya sedikit-sedikit dengan harga jual yang lebih mahal dari harga biasanya dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan lebih cepat dan banyak. Para ulama tidak membatasi jenis barang dan jasa yang ditumpuk tersebut asalkan itu termasuk dalam kebutuhan essential, maka Ihtikar adalah dilarang. Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang menimbun (barang & jasa kebutuhan pokok) maka telah melakukan suatu kesalahan.”

GHISH Menyembunyikan fakta-fakta yang seharusnya diketahui oleh pihak yang terkait dalam akad sehingga mereka dapat melakukan kehati-hatian (prudent) dalam melindungi kepentingannya sebelum terjadi transaksi yang mengikat. Dalam Common Law akad seperti ini dikenal dengan sebutan Akad Uberrime Fidae Contract dimana semua jenis informasi yang seharusnya diketahui oleh pelanggan sama sekali tidak boleh disembunyikan. Jika ada salah satu informasi berkenaan dengan subject matter akad tidak disampaikan, maka pihak pembeli dapat memilih opsi membatalkan transaksi tersebut.

TADLIS Adalah tindakan seorang peniaga yang sengaja mencampur barang yang berkualitas baik dengan barang yang sama berkualitas buruk demi untuk memberatkan timbangan dan mendapat keuntungan lebih banyak Tindakan “oplos” yang hari ini banyak dilakukan termasuk kedalam kategori tindakan tadlis ini. Rasullah saw sering melakukan ‘inspeksi mendadak’ ke pasar-pasar untuk memastikan kejujuran para pelaku pasar dan menghindari konsumen dari kerugian.

IV. Kerangka Pelaporan Syariah dan Pelaporan Keuangan Syariah

Menurut sifatnya, ilmu akuntansi adalah termasuk ilmu hilir yaitu ilmu bersifat terapan yang mempunyai kaitan erat dengan ilmu atau peristiwa yang terjadi sebelumnya. Ilmu ekonomi yang merupakan ilmu tentang bagaimana manusia memenuhi kebutuhan hidupnya dengan menggunakan sumber daya yang telah tersedia di alam semesta ini yang akan melibatkan sector produksi, distribusi, investasi dan konsumsi sangat mempengaruhi ilmu akuntansi di sector-sektor tersebut.
1.      Tujuan dan peranan kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah.
IAI ( 2007 ) menjelaskan bahwa kerangka dasar ini menyajikan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi para penggunanya. Tujuan kerangka dasar ini adalah untuk digunakan sebagai acuan bagi :
·         Penyusun standar akuntansi keuangan syariah, dalam pelaksanaan tugasnya
·         Penyusunan laporan keuangan, untuk menanggulangi masalah akuntansi yang belum  diatur dalam standar akuntansi keuangan syariah
·         Auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun sesuai dengan prinsip akuntansi syariah yang berlaku umum
·         Para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang disusun dengan standar akuntansi keuangan syariah.

2.      Ruang lingkup
Seperti dijelaskan ( IAI,2007 ), kerangka dasar ini menbahas :
a.       Tujuan laporan keuangan
b.      Karakteristik kualitatif yang menentukan manfaat informasi dalam laporan keuangan
c.       Definisi pengakuan dan pengukuran unsur-unsur yang membentuk laporan keuangan
1.      Pemakai dan kebutuhan informasi
Berikut para pengguna laporan keuangan untuk memenuhi beberapa kebutuhan ini, meliputi :
a.       Investor
b.      Pemberi dana qardh
c.       Pemilik dana syirkah temporer
d.      Pemilik dana titipan
e.       Pembayar dan penerima zakat, infak, sedekah dan wakaf
f.       Pengawas syariah
g.      Karyawan
h.      Pemasok dan mitra usaha lainnya
i.        Pelanggan
j.        Pemerintah
k.      Masyarakat
2.      Paradigma transaksi syariah
Yang membedakannya dengan kerangka dasar yang lain adalah bahwa kerangka dasar syariah ini sangat explisit mendudukkan paradigma syariah sebagai fondasi utama dalam mengembangkan kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah. Dalam kerangka dasar lain yang disusun oleh IAI  tidak secara explicit mencantumkan paradigmanya juga conceptual framework yang disusun oleh FASB tidak kita temukan adanya paradigma secara explicit disana. Jadi, dengan paradigma ini maka kebenaran hakiki yang datangnya dari Yang Maha Benar, Allah telah ditempatkan pada posisi yang tepat dalam mengembangkan  kerangka dasar maupun PSAK syariah yang terkait.
3.      Asas transaksi syariah
Asas transaksi syariah yang telah ditetapkan ( IAI, 2007 ) adalah seperti berikut ini :
Transaksi syariah berdasarkan pada prinsip
a.       Persaudaraan ( ukhuwah )
b.      Keadilan
c.       Kemashalatan
d.      Keseimbangan
e.       Universalisme
4.      Karakteristik transaksi syariah
Berikut ini ( IAI, 2007 ) diatur tentang karakteristik dan persyaratan transaksi syariah. Implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma dan asas transaksi syariah harus memenuhi karakteristik dan persyaratan sebagai berikut :
a.       Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha
b.      Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik
c.       Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai bukan sebagai komoditas
d.      Tidak mengandung  unsur riba
e.       Tidak mengandung unsur kezaliman
f.       Tidak mengandung unsur masyir
g.      Tidak mengandung unsur gharar
h.      Tidak mengandung unsur haram
i.        Tidak mengandung prinsip nilai waktu dari uang karena keuntungan yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan risiko yang melekat pada kegiatan usaha tersebut sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil ghurmi
j.        Transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta untuk keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain
k.      Tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan maupun melalui rekayasa penawaran
l.        Tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap

Laporan keuangan syariah
Tujuan laporan keuangan
Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan dari suatu entitas syariah. Tujuan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas entitas syariah yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, suatu laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas syariah yang meliputi :
a.       Aset
b.      Kewajiban
c.       Dana syirkah temporer
d.      Ekuitas
e.       Pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian
f.       Arus kas
g.      Dana zakat
h.      Dana kebajikan
Komponen laporan keuangan
Laporan keuangan entitas syariah yang lengkap terdiri dari komponen-komponen berikut ini :
a.       Neraca
b.      Laporan laba rugi
c.       Laporan arus kas
d.      Laporan perubahan ekuitas
e.       Laporan sumber dan penggunaan dana zakat
f.       Laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan
g.      Catatan atas laporan keuangan
Pertimbangan menyeluruh
Pertimbangan menyeluruh yang harus dilaksanakan oleh entitas syariah dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah meliputi : penyajian secara wajar,kebijakan akuntansi, kelangsungan usaha, dasar akrual, materialitas dan agregasi, saling hapus dan informasi komparatif. Berikut ini PSAK no 101 ( 2007 ) mengatur hal-hal tersebut.
1.      Penyajian secara wajar
Laporan keuangan harus menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas syariah dengan menerapkan pernyataan standar akuntansi keuangan secara benar disertai pengungkapan yang diharuskan pernyataan standar akuntansi dalam catatan atas laporan keuangan. Informasi lain tetap diungkapkan untuk menghasilkan penyajian yang wajar walaupun pengungkapan tersebut tidak diharuskan oleh pernyataan standar akuntansi keuangan.

2.      Kebijakan akuntansi
Dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah , diperlukan kebijakan akuntansi tertentu yang terkait dengan transaksi dan pos-pos di laporan keuangan agar menghasilkan informasi yang dapat diandalkan dan relevan untuk pengambilan keputusan ekonomi para pemakai laporan keuangan tersebut.
Kebijakan akuntansi adalah prinsip khusus, dasar, konvensi, perarturan dan praktik yang diterapkan entitas syariah dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan.
3.      Kelangsungan usaha
Dalam menyusun laporan keuangan, manajemen harus menilai kemampuan kelansungan usaha entitas syariah . laporan keuangan harus disusun berdasarkan asumsi kelangsungan usaha, kecuali manajemen bermaksud untuk melikuidasi atau menjual atau tidak mempunyai alternatif selain melakukan hal tersebut.
4.      Dasar akrual
Entitas syariah harus menyusun laporan keuangan atas dasar akrual, kecuali laporan arus kas dan penghitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha . Dalam penghitungan pembagian hasil usaha didasarkan pada pendapatan yang telah direalisasikan menjadi kas.
5.      Konsistensi penyajian
Penyajian dan klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan antar periode konsisten, kecuali :
a.       Terjadi perubahan yang signifikan terhadap sifat operasi entitas syariah atau perubahan penyajian akan menghasilkan penyajian yang lebih tepat atau suatu transaksi atau peristiwa
b.      Perubahan tersebut diperkenankan oleh pernyataan standar akuntansi keuangan atau interpretasi pernyataan standar akuntansi keuangan
6.      Materialitas dan agregasi
Pos-pos yang material disajikan terpisah dalam laporan keuangan sedangkan yang tidak material digabungkan dengan jumlah yang memilki sifat atau fungsi yang sejenis. Informasi dianggap material jika dengan tidak diungkapkannya informasi tersebut dapat mempengaruhi pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan ekonomi. Untuk menentukan materialitas suatu pos maka besaran dan sifat unsur tersebut harus dianalisis dimana masing-masing dapat menjadi factor penentu.
7.      Saling hapus ( offsetting )
Aset, kewajiban , dana syirkah temporer , penghasilan dan beban disajikan secara terpisah kecuali saling hapus diperkenankan dalam pernyataan atau interpretasi standar akuntansi keuangan. Bahwa aset dan kewajiban disajikan secara terpisah dan tidak diperkenankan saling hapus.
8.      Informasi komparatif
Pada paragraf 33 ( PSAK No. 101,2007 ) dijelaskan bahwa informasi kuantitatif harus diungkapkan secara komparatif dengan periode sebelumnya kecuali dinyatakan lain oleh pernyataan standar akuntansi keuangan . informasi komparatif yang bersifat naratif dan deskriptif dari laporan keuangan periode sebelumnya diungkapkan kembali apabila relevan untuk pemahaman laporan keuangan periode berjalan.

V.    Instrumen Keuangan Syariah
Instrumen keuangan syariah dapat di kelompokan sebagai berikut.
•    Akad investasi yang merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk uncertainty contract. Kelompok akad ini adalah sebagai berikut :
Mudharabah, yaitu kerjasama antara dua belah pihak atau lebih,dimana pemilik modal (shahibul maal) memercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudhari) untuk melakukan kegiatan usaha dengan nisbah bagi hasil atas keuntunga yang diperoleh menurut kesepakatan dimuka, sedangakan apabila terjadi kerugian hanya ditanggung pemilik dana sepnjng tidak ada unsur kesenjangan atau kelalaian oleh mudharib. Musyarakah adalah akad kerjasama yang terjadi antara pihak modal (mitra musyarakah) untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah bagi hasil sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.
Sukuk (obligasi syariah), merupakan surat utang yang sesuai dengan prinsip syariah. Saham syariah produknya harus sesuai syariah. Syarat lainnya
a.      Perusahaan tersebut memiliki piutang dagang yang relatif dibandingkan total asetnya (dow jones islamic: kurang dari 45%),
b.      Perusahaan tersebut memiliki utang yang kecil di bandingkan nilai kapitalisasi pasar (Dow jones Islamic: kurang dari 33%)
c.       Persahaan memiliki pendapatan bunga kecil(Dow Jones Islamic: kurang dari 5%).
•    Akad jual-beli/sewa-menyewa yang merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk certainty contract, kelompok akad ini adalah sebagai berikut :
Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan biaya perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati antara pihak penjual dan pembeli.
Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang telah diperjualbelikan belum ada. Barang diserahkan secarah tangguh, sedangkan pembayaran dilakukan secara tunai.
Istishna memiliki sistem yang mirip dengan salam, namun dalam istishna’ pembayaran dapat dilakkan di muka, cicilan dalam beberapa kali (termin) atau ditangguhkan selama jangkawaktu tertentu.
Ijarah adalah akad sewa-menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewah untuk mendapatkan manfaat sewa yang disewakan.
•    Akad lainnya meliputi
Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Transaksi mata uang asing (valuta asing), dapat dilakukan baik dengan sesama mata uang yang sejenis maupun yang tidak sejenis.
Wadiah adalah akad penitipan dari pihak yang mempunyai uang atauü barang kepada pihak yang menerim titipan dengan cacatan kapanpun titipan diambil pihak pemerima titipan wajib menyerahkan kembali uang/barang titipan tersebut. Wadiah terbagi dua:
a)    Wadiah amanah dimana uang/barang yang dititipkan hanya boleh disimpan dan tidak boleh didayahgunakan.
b)    Wadiah yadhamanah dimana uang/barang yang dititpkan boleh didayahguanakan dan hasil pendayahgunaan tidak tidak terdapat kewajiban untuk dibagi hasilkan kepada pemberi titipan.
Qardhul Hasan adalah pinjaman yang tidak mempersyaratkan adanya imbalan, waktu pengembalian pinjaman ditetapkan bersama antara pemberi dan penerima pinjaman. Biaya administarasi, dalam jumlah yang terbatas di perkenankan untuk dibebankan kepada peminjam.
Al-Wakalah adalah jasa pemberian kuasa dari satu pihak kepihak lain. Untuk jasanya itu yang dititpkan dapat memperoleh fee sebagai imbalan.
Kafalah adalah perjanjian pemberian jaminan atau penanggungan atas pembayaran utang satu pihak pada pihak lain.
Hiwalah adalah pengalian utang atau piutang dari pihak pertama (al-muhil) keada pihak lain (al-muhal ’alaih) atas dasar saling mempercayai.
Rahn merupakan sebuah perjanjian pinjaman dengan jaminan aset. Berupa penahanan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.

DAFTAR PUSTAKA

Ascara. 2007. Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada

Karim, Adiwarman. 2004. Bank Islam, Analisis fiqh dan Keuangan.Jakarta : PT RajaGrafindo Persada

Suhendi, Hendi. 2010. Fiqh Muamalah . Jakarta : PT RajaGrafindo Persada - See more at: http://pendekatanislam.blogspot.com/2013/04/macam-macam-akad-dalam-akad-lembaga.html#sthash.M9RUhWWO.dpuf



Tidak ada komentar:

Posting Komentar